Jumat, 21 Juni 2019

teenunsukukuikecamatanABAD.blokspot.com


TENUN SUKU KUI, WARISAN BUDAYA DARI ALOR YANG TERUS 


Indonesia adalah negeri yang indah. Dikelilingi oleh lautan yang luas dan ribuan deret pulau-pulau yang membuatnya begitu kaya. Tak hanya kayaè akan potensi alamnya, Indonesia juga memiliki beragam suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Keanekaragaman suku bangsa itulah yang membuat Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya dengan berbagai macam adat istiadatnya. Salah satu warisan budaya Indonesia adalah kerajinan kain tenun.

Kain tenun menjadi ciri khas beberapa suku bangsa di Indonesia. Beragam prosesi acara adat pun tak lepas dari pakaian berbahan kain tenun. Fungsinya adalah untuk menambah kesakralan sebuah prosesi dalam adat istiadat tertentu. Pada pelaksanaan upacara adat misalnya, kain tenun merupakan pakaian wajib yang harus dikenakan.


Banyak hasil tenun tersohor dari berbagai suku di Indonesia, salah satu yang menarik adalah kain tenun dari Alor, Nusa Tenggara Timur. Yang membuatnya unik adalah masing-masing etnis di Alor memiliki ciri khas kain tenunnya sendiri sesuai dengan adat dan kebudayaan mereka. Masing-masing corak dan motif dari kain tenun yang dihasilkan memiliki cerita dan makna tersendiri yang terus dilestarikan secara turun temurun oleh para leluhur.


Suku Kui adalah salah satu etnis di Alor yang masih mempertahankan warisan budaya berupa kain tenun. Wanita di Suku Kui masih menekuni kerajinan tenun khas suku tersebut. Suku Kui merupakan suka asli NTT yang bermukim di Desa Lerabaing, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor.


Sejarah kerajinan tenun Kui awalnya mulai dibuat pada tahun 1619 M. Kemunculan tenun Kui tak lepas dari inisiatif dan pengaruh dari 4 kelompok suku, yakni : Suku Leer, Suku Koilelan, Suku Keletawas dan Suku Malangkabat. Para wanita dari masing-masing suku mulai mengenalkan dan merintis kerajinan tenun tradisional Kui. Tenun Suku Kui memiliki motif yang unik dan melambangkan ciri dari masing-masing suku yang membentuk kerajaan Suku Kui. Itulah mengapa setiap tenun dari Suku Kui memiliki nilai budaya dan sejarah yang kuat.


Sama halnya dengan kain tenun khas suku di Indonesia lainnya. Kain tenun Suku Kui juga menjadi pakaian wajib untuk setiap acara adat disana. Berikut adalah beberapa jenis tenun Kui beserta acara adat dimana tenun tersebut dikenakan:
1.Tenunan Suku Kui Kelewatas.
Tenunan Suku Kui Kelewatas digunakan untuk busana tradisional kaum wanita, pelengkap belis wanita, penutup jenazah wanita, dan sebagai benda denda adat.
2.Tenunan Suku Kui Malangkabat.
Tenunan Suku Kui Malangkabat digunakan hampir sama seperti Kelewatas seperti untuk busana tradisional kaum wanita, pelengkap belis wanita, penutup jenazah wanita, dan sebagai benda denda adat.
3.Tenunan Suku Kui Selimut
Tenunan Suku Kui Selimut digunakan untuk busana adat tradisional pria, pelengkap belis wanita, dan penutup jenazah.


Tak hanya tenun Suku Kui, tenun dari berbagai suku di Indonesia kini banyak diminati oleh banyak kalangan. Saat ini, semua orang bisa memakai kain tenun di mana pun dan kapan pun. Kain tenun sudah mengalami perkembangan yang pesat. Tak hanya digunakan untuk pakaian adat saja, akan tetapi kain tenun kini telah disulap menjadi selendang, baju, dress, dan masih banyak lagi bentuk pakaian lainnya. Memakai tenun kini menjadi terobosan dalam berbusana.

Nah Sahabat, dengan menggunakan kain tenun, selain membuat kita menjadi lebih percaya diri tapi kita juga berperan untuk melestarikan salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Lembaga Filantropi yang
komitmen untuk membangun
pedalaman Indonesia, bersama
uluran kebaikan Anda


Kenali Tim KamiTim KamiKomitmen KamiCerita dari Pedalaman
Mari KolaborasiProgram CSRRelawan PedalamanTenun.In


Ragaman Tenun Daerah Kabupaten Alor
 
Warna dan motif tenun berbeda antardaerah yang menjadi basis tenun di Alor. Ada lima daerah basis tenun dan masing-masing memiliki ciri khas, baik dari segi motif maupun warna. Kelima basis tenun itu merupakan daerah kerajaan yang pernah ada di Alor. Di masa pendudukan Belanda, Alor terdiri atas lima kerajaan yaitu Kui, Batulolong, Kolana, Baranusa dan Alor.

Daerah Kolana, Kui dan Batulolong terkenal dengan tenun songket, sedangkan daerah tenun ikat terkenal adalah Ternate, Pulau Buaya, Baranusa, Koli Jahi dan Alor Kecil, yang masing-masing memiliki warna dan motif tersendiri. Ikan, penyu, naga dan bahkan gajah adalah motif yang ditemukan di antara tenun ikat Alor. Motif gajah diambil dari sutera India, dan patola yang dulu banyak ditemukan di Pantar. Saat ini, Patola jarang ditemukan tetapi bisa ditemukan di museum Kalabahi.Dari segi pembentukan motif/pembuatan ragam hias hasil tenun terdiri atas tiga jenis, yaitu tenun ikat, tenun songket dan tenun buna. Pada tenun ikat, pembuatan ragam hias dengan cara mengikat benang lungsi kemudian diproses dengan pewarnaan tradisional. Tenun songket, pembuatan ragam hias dengan cara menambah benang pakan. Sementara pada tenun buna, ragam bias dibentuk dari proses penggandaan benang lungsi.
Awalnya kain tenun yang dihasilkan berupa sarung, selimut dan selendang yang pemanfaatannya masih terbatas sebagai alat pelindung badan, prestise/status sosial, upacara adat, mas kawin serta dianggap sebagai mitos karena menurut kepercayaan, corak/desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, atau roh jahat.Dalam hal tertentu, tenun ikat juga dipakai sebagai denda. Misalnya, untuk menyelesaikan pelecehan atau suatu tindakan yang tidak terpuji, kadang suatu keluarga dapat menuntut dibayarkan dengan tenun ikat sebagai pelengkap alat kompensasi.
Desain atau motif pada mulanya juga bersifat monoton, yang diwariskan secara turun-temurun. Motif tersebut berupa fauna (zoomorphic), figur manusia (antropomorph), stilisasi tumbuhan (flora), geometris serta replika ragam hias kain patola India.Tetapi, seiring dengan kebutuhan konsumen saat ini, maka ukuran, motif, warna dan jenis kain tenun yang dihasilkan tidak hanya terbatas pada sarung, selimut, dan selendang saja. Kini, kain tenun itu bisa dipergunakan untuk bahan pakaian safari/jas, rompi, gaun terusan perempuan, kain gorden, bed cover, taplak meja, kotak surat, hiasan dinding, tas, dan dompet.

Di antara penenun, masih ada yang menenun secara tradisional. Pengerjaan tenun mulai dari pembersihan kapas (biji kapas dibuang) yang disebut baneha, kemudian pembersihan kapas dengan menggunakan alat menyerupai panah yang disebut buhung, dan dilanjutkan proses menggulung kapas menjadi benang. Benang yang terbentuk digulung jadi bola-bola.
Pada proses tenun songket, benang dicelup ke pewarna alami (kutulak) dengan cara dimasak di periuk tanah, kemudian benang yang sudah berwarna itu diikat untuk menjadi motif tenun songket dan kemudian ditenun.
Pencelupan warna sampai tiga kali dengan bahan warna bisa dari pohon kosambi, daun turi.
Berbeda dengan tenun songket, pada tenun ikat, motif diikat baru ditenun.
Pemintalan dan pencelupan kapas dengan daun, akar dan kulit kayu memakan waktu dan tenaga. Cara tersebut sangat memakan waktu, sehingga pemakaian mesin pintal dan pencelupan sintetis muncul. Yang pasti perbedaan bahan itu, pastinya membuat perbedaan antara tenun alami dan sintetis.Tenun ikat atau songket yang menggunakan bahan kapas dan pewarna alami memiliki warna tidak seterang warna tenun ikat dan songket yang terbuat dari bahan sintetis. Selain memakan waktu dan tenaga, tenun alami juga mengalami kendala dalam hal pengadaan kapas, sehingga sekalipun ada permintaan ekspor belum bisa dipenuhi para penenun. (nancy nainggolan)
Diposkan olehSpirit NTT
Label:Alor

 


wia Blog
Sabtu, 12 Oktober 2013
Ragaman Tenun Daerah Kabupaten Alor

Ragaman Tenun Daerah Kabupaten Alor
 
Warna dan motif tenun berbeda antardaerah yang menjadi basis tenun di Alor. Ada lima daerah basis tenun dan masing-masing memiliki ciri khas, baik dari segi motif maupun warna. Kelima basis tenun itu merupakan daerah kerajaan yang pernah ada di Alor. Di masa pendudukan Belanda, Alor terdiri atas lima kerajaan yaitu Kui, Batulolong, Kolana, Baranusa dan Alor.

Daerah Kolana, Kui dan Batulolong terkenal dengan tenun songket, sedangkan daerah tenun ikat terkenal adalah Ternate, Pulau Buaya, Baranusa, Koli Jahi dan Alor Kecil, yang masing-masing memiliki warna dan motif tersendiri. Ikan, penyu, naga dan bahkan gajah adalah motif yang ditemukan di antara tenun ikat Alor. Motif gajah diambil dari sutera India, dan patola yang dulu banyak ditemukan di Pantar. Saat ini, Patola jarang ditemukan tetapi bisa ditemukan di museum Kalabahi.Dari segi pembentukan motif/pembuatan ragam hias hasil tenun terdiri atas tiga jenis, yaitu tenun ikat, tenun songket dan tenun buna. Pada tenun ikat, pembuatan ragam hias dengan cara mengikat benang lungsi kemudian diproses dengan pewarnaan tradisional. Tenun songket, pembuatan ragam hias dengan cara menambah benang pakan. Sementara pada tenun buna, ragam bias dibentuk dari proses penggandaan benang lungsi.
Awalnya kain tenun yang dihasilkan berupa sarung, selimut dan selendang yang pemanfaatannya masih terbatas sebagai alat pelindung badan, prestise/status sosial, upacara adat, mas kawin serta dianggap sebagai mitos karena menurut kepercayaan, corak/desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, atau roh jahat.Dalam hal tertentu, tenun ikat juga dipakai sebagai denda. Misalnya, untuk menyelesaikan pelecehan atau suatu tindakan yang tidak terpuji, kadang suatu keluarga dapat menuntut dibayarkan dengan tenun ikat sebagai pelengkap alat kompensasi.
Desain atau motif pada mulanya juga bersifat monoton, yang diwariskan secara turun-temurun. Motif tersebut berupa fauna (zoomorphic), figur manusia (antropomorph), stilisasi tumbuhan (flora), geometris serta replika ragam hias kain patola India.Tetapi, seiring dengan kebutuhan konsumen saat ini, maka ukuran, motif, warna dan jenis kain tenun yang dihasilkan tidak hanya terbatas pada sarung, selimut, dan selendang saja. Kini, kain tenun itu bisa dipergunakan untuk bahan pakaian safari/jas, rompi, gaun terusan perempuan, kain gorden, bed cover, taplak meja, kotak surat, hiasan dinding, tas, dan dompet.

Di antara penenun, masih ada yang menenun secara tradisional. Pengerjaan tenun mulai dari pembersihan kapas (biji kapas dibuang) yang disebut baneha, kemudian pembersihan kapas dengan menggunakan alat menyerupai panah yang disebut buhung, dan dilanjutkan proses menggulung kapas menjadi benang. Benang yang terbentuk digulung jadi bola-bola.
Pada proses tenun songket, benang dicelup ke pewarna alami (kutulak) dengan cara dimasak di periuk tanah, kemudian benang yang sudah berwarna itu diikat untuk menjadi motif tenun songket dan kemudian ditenun.
Pencelupan warna sampai tiga kali dengan bahan warna bisa dari pohon kosambi, daun turi.
Berbeda dengan tenun songket, pada tenun ikat, motif diikat baru ditenun.
Pemintalan dan pencelupan kapas dengan daun, akar dan kulit kayu memakan waktu dan tenaga. Cara tersebut sangat memakan waktu, sehingga pemakaian mesin pintal dan pencelupan sintetis muncul. Yang pasti perbedaan bahan itu, pastinya membuat perbedaan antara tenun alami dan sintetis.Tenun ikat atau songket yang menggunakan bahan kapas dan pewarna alami memiliki warna tidak seterang warna tenun ikat dan songket yang terbuat dari bahan sintetis. Selain memakan waktu dan tenaga, tenun alami juga mengalami kendala dalam hal pengadaan kapas, sehingga sekalipun ada permintaan ekspor belum bisa dipenuhi para penenun. (nancy nainggolan)
Diposkan olehSpirit NTT
Label:Alor

 







Unknown di 05.45
Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web
Diberdayakan oleh Blogger.






Unknown di 05.45
Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web
Diberdayakan oleh Blogger.


Kontak KamiHubungi via EmailContact Center
Download InformasiLaporan TahunanLaporan Keuangan
© 2019 Insan Bumi Mandiri. All Reserved.
env: core
Jl. Setra Dago Barat. No.25, Antapani Kulon, Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat 40291
Telp: (022) 205 251 84 - (+62) 813 2460 7225